Pages

Wednesday, August 26, 2015

sajak-sajak kenangan



Hanya sepi yang singgah

Hanya sepi yang singgah
selain debu dan sarang labah

Bangsal ini hanya rakaman lampau
seperti juga gong dan gendang
menjadi debu dan sarang labah

Mindok dan dalang
hanya citra lampau
ketika rama dan sita
tidak sempat ke pelamin
rawana pun terduduk di balik bukit
tanpa gelanggang persilatan

Hanya sepi yang singgah
selain desa
kehilangan serunai
di hujung sawah













Masa yang sudah pergi

Senja hanya mengumpul
jejak hanuman yang sudah pergi
seperti juga masa
yang kerap meninggalkan kita

Gong dan gendang
hanya mainan waktu tidur
kerana esoknya realiti yang lain
wak long dan pak dogol
sekadar watak
di belakang rama dan sita
yang juga sudah jauh
meninggalkan kita

Senja ini sekadar mengumpul
ingatan yang jauh
ketika gendang dan gong
juga dalang dan mantera
sekadar ingatan
yang sesekali menduga
dan berbisik
di pedalaman peribadi









 Peti lusuh itu

Hanya  ingatan
selain malam
yang mengingatkan
peti lusuh itu
menyimpan
watak wayang kulit
juga gong dan gendang
juga serunai dan seruling

Hanya masa yang menyakitkan
ketika singgah di rumah desa ini
ketika dalang dan tok mindok
sudah lama meninggalkan kita
selain jampi dan mantera
serta jejak pesilat
yang sesekali menduga
mengacau mimpi

Peti lusuh dan tua ini
hanya rumah anai-anai
juga sarang labah-labah
yang  mungkin memahami
tradisi dan realliti
kerap berseteru









Hanya sawah dan lalang liar

Petang sekadar mengembalikan
sawah dan lalang liar
ketika sekawan keciap
sesekali hinggap di dahan rambai
di tepi perigi terbiar

Terasa sepi desa ini
selepas seman wau bulan
tidak lagi mengalunkan lagu
anak gembala
atau mat yeh mendendangkan
irama hindustan
sekadar menyemarakkan berahi desa
yang kutinggalkan
bertahun lalu

Hanya sawah dan lalang liar
ketika malam kuhampiri
desa yang meninggalkan jejak
si kecil yang ghairah
untuk esoknya meninggalkan lagi desa
dengan  kepedihan
dan luka putus asa










Seakan engkau di batas itu

Seakan engkau di batas itu
menatap padi yang enggan menjadi
atau membiarkan keciap
menjadi mainan angin
ketika senja semakin jauh
Seakan engkau  melambai pelangi
ketika hari makin kelam
dan malam bakal tiba
dengan hujan hujung  tahun
dari laut china selatan

Disember ini mengembalikan engkau
pada batas yang sepi dan liar
seakan engkau melihat semula
jejak belalang di pohon sena
seperti juga engkau melihat
siput merayap di pinggir tali air
seperti juga bayangan wajah kekasih
yang kini entah di mana













Ruang tamu rumah desa

Hanya album tua
dan hilai atok
yang sesekali terdengar
di ruang tamu
rumah desa ini

Sesekali ternampak
jejak nenek
mengheret ranting mati
ke dapur
sebelum menghidupkan api
ketika kemarau
membakar sawah
di mata kami

Sesekali hidup semula
cerita kami
selepas isya
tentang muafakat
dan kenduri kendara
warga desa

Sesekali segar semula
detik yang tak akan berulang
kecuali album tua
yang tiba-tiba
mewarnai zaman lalu
ketika subuh
mengembalikan
pedalaman peribadi







Perigi di bawah pohon jambu

Hanya air yang kekal tenang
ketika daun jambu
kian banyak yang lusuh
di sisi perigi
yang menjadi mandian kami
sejak kecil

Sesekali kelibat puyu
bagai menjeling
ke arah kami
yang berkongsi masa silam

Sesekali bayangan sepat
bagai mengerti
kehidupan kami
yang kurang pembangunan

Perigi ini sudah lama
hafal wajah kami
atau mengerti
bau hamis atau hanyir
yang kami tinggalkan
tidak jauh
dari pohon jambu
ketika azan
bergema dari madrasah
di hujung sawah









Selepas tengkujuh akhir disember

Hanya lumpur dan sawah suram
mainan musim yang sering berulang
selepas tengkujuh akhir disember

Hanya kerusi dan meja
yang tersadai pada dahan
selain matari enggan menjenguk

Malam hanya membawa dingin angin
saat bulan menjauhkan kita
jejak kijang yang entah di mana

Hanya kata-kata menjadi doa
selain keluhan kecil
harapan kami sejak bertahun

















Di rumah pusaka kami

Seakan engkau terbaring
di ruang tamu
sambil mengarah kami
memicit lutut dan paha
yang letih
dari perjalanan panjang
dari sawah
ke perdu getah

Seakan terdengar
nyaring batuk
di pinggir perigi
ketika azan mengalunkan subuh
dengan angin
yang kekal membelai
mengembalikan engkau
di mata kami

Rumah pusaka ini
masih setia mengembalikan
celoteh atok
yang meninggal di madinah
ketika kali kedua
menunaikan haji

Hanya doa
selain al-Fatihah
ketika engkau
kerap bertandang
ke pedalaman peribadi






Nenek tiri

Hanya kasih
dan cinta sejati
walau sekadar
nenek tiri
dan cucu tiri

Nenek tidak pernah
merungut
mendidik sejak kecilku
walau tidak mengenal
huruf atau angka
Tidak jemu juga
memberi semangat
untuk terus hidup
walau sedar
kekuranganku

Tidak juga leka
menyampakan pesan
agar solat
dan sedekah
walau nenek
sekadar suri
mencari  ranting kering
untuk menghidupkan dapur
rumah tua kami

Hanya sekarang
aku terkesan
ketiadaan di sisi
ketika nenek
meninggalkan kami
untuk selamanya




Demikianlah nasib ibu

Ibu hanya  pangkalan
yang ditinggalkan
sampan dan perahu
sejak bertahun

Demikianlah nasib ibu
ditinggalkan suami
yang menjadi resam
penduduk pantai timur
sejak bertahun
Ibu hanya melihat
sampan dan perahu
meninggalkan pesisir
untuk tidak kembali lagi

Ibu barangkali
hanya mampu berdoa
selain berharap
zuriatnya bukan  sampan
atau perahu
kerana nasib wanita
kerap berulang
di pinggir laut china selatan










hanya ingatan yang pedih

Senja hanya kemarau
selain ingatan yang pedih

Sekebun bunga dan nilam puri
sekadar jejak tongkat
anak muda yang belajar
mengenal gagal atau kekurangan
juga harapan dan doa
atau memahami
esok yang bakal tiba
dengan wajah yang tidak pasti

Sesekali ada suara di pedalaman
yang mencari kepastian
senja sesekali mengembalikan detik itu
ketika engkau di antara batas sawah
mencari sesuatu
yang engkau sendiri tidak pasti













Senja hanya kertas catatan

Senja hanya kertas catatan
lakaran puisi atau imej sawah
yang kian lusuh
selain wajah orang kampung
yang bertahun meninggalkan kami

Senja hanya album lama
wajah moyang sesekali mengembalikan
merdu azan dari  surau di pinggir paya
saf yang merapatkan kalimah Allah
ketika kami sesekali sengketa
soal syurga dan siasah

Hanya kertas catatan
selain album lama
mengembalikan  senja itu
yang bertahun kutinggalkan
setelah mengenal dewasa
dan belajar membaca
permainan kehidupan












Masih kulihat wajahmu malam ini

Malam seakan
mengembalikan wajahmu
di kebun getah
seakan engkau melambai
selain  perdu
menitiskan embun
di  bawah bulan

Seakan engkau berdiri
di tepi perigi
di pinggir pohon jambu
sambil melepaskan
sayap merpati
ke bendang
yang subur di hatiku

Seakan engkau
meniup seruling
tidak jauh
dari rumpun bambu
angin dari laut china selatan
menafaskan malam
dengan kerinduan
dan air mata









Orang tua kampung kami

Jalan ke madrasah
dan lorong belakang bukit
tak jauh dari sawah
sudah mereka hafal

Setiap batu nisan
dan pohon kemboja
di kubur kampung berangan
mereka kenal
arwah yang lebih awal
ke liang lahad

Mereka bersekolah
di sawah dan kedai kopi
ketika tahun 70-an
untuk berpolitik
sambil main dam
dan malamnya
ke madrasah
menadah kitab

Orang tua kampung kami
sudah lama pergi
kecuali madrasah tua
yang sedikit senget
sedia menanti kami
di saf hadapan








Pantai irama, sebuah puisi

Di sinilah
tempat aku berpuisi
membaca mainan gelombang
pantai irama
dan tengkujuh
ke musim remajaku

Di sinilah
kukenali resah
sampan dan perahu
mengenal karang
ombak dan arus
menjejak nelayan
yang menjala nasib
di laut china selatan

Di sinilah juga
aku mengenal muda
impian dan cita-cita
sebelum melangkah
ke pelabuhan jauh
dengan puisi
air mata
dan harapan











Bau ombak sudah kaukenal

Bau ombak sudah kaukenal
sebelum akhir tahun
menterjemahkan tengkujuh
di hati pelaut

Matari yang segan
menafsir rentak awan
sudah kautahu
disember dengan kebengisan
rutin tahunan
laut china selatan

Sudah kautahu
karang dan gelombang
seperti juga kaumaklum
pantai dan pesisir
bakal bersedih
mencari bulan
di balik mendung













Engkau terjaga malam itu

Engkau terjaga malam itu
benih basah dari awan
menyejukkan  halaman

Hanya angin dari pohon celagi
selain burung hantu
dan ekor cicak
di siling

Semakin jauh perjalanan
semakin kerap
namamu dipanggil
berkali-kali
















Hanya cinta dan air mata

Hanya cinta dan air mata
selain sawah dan perdu serai

Jendela yang terbuka
membayangkan wajahmu
yang tak pernah mengeluh
menerima nasib
yang kurang ceria
seperti juga tabahmu
melihat tanaman
dibakar matari
musim kemarau

Hanya cinta dan air mata
mengembalikan semangat
pada malam kemarau ini














Air mata yang berkampung

Hanya air mata
yang berkampung
di hati kami
seperti keringat
yang meresah
di sawah kami

Hanya bendang
dan harapan
selain doa
dan puisi
lahir
di tengah kemarau
nilam puri

Hanya jalan berdebu
sunyi dan terasing
di bendang
ke jiwa kami
yang pasrah












Kita akan tinggalkan ruang ini

Ruang ini hanya seketika
seperti angin dan hujan
sekadar permainan waktu
untuk kita terus berangkat
Kekasih

kita harus berpisah
ruang ini sekadar tumpangan
kita akan tinggalkan ruang ini
dengan cinta dan air mata
dengan rela dan lara
yang kita tempoh
sepanjang perjalanan

Kita harus ke sana
ke lembah di antara akar dan liang
tulang kita harus sana
di antara pertanyaan dan jawapan
yang memang sudah dijanjikan












Sujud juga sini

Tanah dan lumpur ini
sudah lama menunjukkan arah
buat pengembara
yang kerap sesat
sukar menemui jalan pulang

Angin dan air
di antara bukit dan paya
kerap menunjukkan tuju
yang sering kita keliru
antara siang dan malam

Sujud juga di sini
akhirnya
antara kiblat
dan iradat














Kemboja yang rendang itu

Kemboja yang rendang
dan sedikit teduh
di antara bayangan bukit
dan belukar
tidak pernah jemu
menyaksikan air mata
gugur di tanah kubur ini

Seperti juga lalang dan lumpur
yang kerap tertimbus
di sisi liang lahad
kemboja juga kerap mendengar
rintih dan pedih
ketika senja menua
di antara batu nisan
di  pesisir pantai timur
laut china selatan













Membetulkan sejadah

Merdu azan
di antara sawah
ke belukar
di belakang madrasah
seakan kulihat kembali
kau menapak
ke saf hadapan
membetulkan sejadah
ke arah kiblat

Gerimis di luar
di antara perdu getah
dan lalang
di tepi paya
seakan sejadah bercerita
tentang sujud
dan pasrah;
hanya Allah
yang maha agung
maha suci
maha menjadikan



Cerita sebuah surau

Ruang solat ini
sudah banyak menghimpun
kesan dahi
yang sujud
di antara sejadah
dan tikar sembahyang

Juga sudah banyak
pasangan rasmi cinta
dengan akad
dan mas kahwin
di ruang ini

Tidak terkecuali juga
sudah banyak
air mata yang terlerai
selesai solat jenazah
di ruang solat ini
kerana kematian sekadar pelengkap
perjalanan di dunia fana












Akhirnya kau di situ

Akhirnya kau di situ
di sisi tangga
di belakang madrasah

Bedok tua
sekadar
sarang lelabah
mengumpul
sayap kelkatu
ketika hujan malam
mengapung dingin
di kampung kami

Masa  memaksa kau
akhirnya di situ
di sisi tangga
di belakang madrasah

Seakan kudengar kembali
kau bergema menjelang solat
atau mengabarkan kematian
selain mengejutkan sahur
setiap malam Ramadan
puluhan tahun lampau

Seakan kulihat kembali
si kecil  memalu bedok
di madrasah tua
kampung kami







Hanya sekali kulihat kau bersih

Tak pernah kulihat kau bersolat
seperti juga tak pernah kunampak
kau menahan lapar pada Ramadan

Amat jarang ke bilik air setiap pagi
seperti juga tidak kulihat
kau berwuduk apa lagi ke masjid

Hanya sekali kulihat kau bersih
dimandi dikafan dan disolatkan
ketika kami membaca yasin

Hanya sekali kulihat kau bersih
ketika  nisan putih menghiasi pusara
di sisi kemboja di pinggir bukit
















Madrasah tua di pinggir bukit

Kami meluruskan saf
di ruang ini
kerana kami tahu
madrasah ini dunia kami
di kampung pinggir ini

Di sinilah kami mengenal huruf
atau melaraskan persamaan
ketika perbezaan
menjadi rutin jemaah
mengemukakan hujah
melafazkan pandangan

Kini selepas masa
menjadikan keasingan
madrasah tua di pinggir bukit
hanya kaku membisu
kecuali malam yang datang
bersama embun
tanpa azan
tanpa sejadah
di ruang solat











Air dari sungai ini

Air dari sungai ini
membawa cinta
dari gunung dan bukit
membawa lara
dari sawah dan kebun

Hanya sesekali
sirip ikan menyelinap
di antara batu dan batu
hanya sesekali
siput dan etok
merayap
di antara
pukat dan jala

Hanya sesekali
cinta yang datang
hanya sesekali
lara yang bertandang











Perlukah melangkah lagi?

Hanya wau bulan
selain petang
yang membawa kemarau
sepanjang pantai timur

Angin sesekali keras
bagai terdesaknya hidup
untuk merantau jauh

Bagai terdengar
keluh puteri saadon
rintih wan kembang
ketika senja
di sekebun bunga
mencari cinta
melerai air mata

Bagai terlihat
jejak raja abdullah
menapak tanah siam
meninggalkan kota jembal
dengan awas
dan curiga

Perlukah melangkah lagi?











Moscow hanya wajah bengis

Hanya wajah bengis
dan kurang sopan
moscow sekadar tentera curiga
melihat dunia
dengan waspada
dan mungkin putus asa

Dengan bahasa berbeza
kita cuba berhujah
dengan lenggok
dan isyarat
yang sukar diteka

Langkah kami diekor
seperti kau menjadi anjing
yang memburu
dengan kebengisan

Kremlin dan kgb
sejarah yang melunturkan manusiawi
sekadar melengkapkan
sengketa dan air mata











Meruntuh ego

Tembok berlin hanya ego
yang kini diruntuhkan
meratakan sempadan
menyatukan cinta dan saudara
yang sebelumnya dipisahkan
siasah dan kuasa

Hanya tinggalan nazi dan komunisme
sejarah  meminggirkan persaudaraan
hanya tinggalan masa dan waspada
nato atau warsaw sekadar nota luka
yang kucatatkan ketika musim luruh
mengiringi perjalanan tak terduga

Salam perkenalan kekasih
kita lafazkan cinta
ketika merpati menapak di branderburg
ketika matari hampir lahir
menghiasi wajah baru berlin
dengan setia dan rela












Gerbang branderburg

Hanya pejalan kaki
selain anak muda

Branderburg hanya kesibukan
gerbang yang menawarkan
cita-cita dan harapan
atau masa depan
yang lebih baik

Menapak di kota hitler ini
seakan kulihat
tangisan dan darah
mendera roh yahudi

Hanya sesekali
seniman jalanan
memetik gitar
selebihnya puisi
yang hadir
merasmikan
senja
seorang pendatang
bertongkat
ke lorong
tak dikenali









Babylon hanya batu

Babylon hanya batu
yang menggapai sejarah
dan air mata

Hanya puncak tinggi
ketamakan kuasa
citra istana
di makam silam
Aku menapak
masa lalu yang berpura
atau sengaja
kau cipta agung
memerah keringat
dan berpura
dengan ego
yang sengaja
kau ada-adakan

Hanya sayap merpati
yang gugur
dan kesan pengembara di sini
selain sisa perang
yang menjadi nasibmu
sejak berkurun
 








Kapal separuh karam di shattal arab

Hanya kesan layar
sedikit condong
selainnya hanya mainan masa
kapal separuh karam
ketika shattal arab
menerima tembakan atau letupan
Air mata dan darah bukan lagi igauan
kota tua  sungainya  ke teluk arab
seperti juga kau gagal menafsir
sejarah enggan memihak kepada yang tewas
Kapal  yang sedikit condong itu
sekadar sengketa di dasarnya
di antara kerang dan siput
mencari perteduhan
ketika ribut pasir
mengerumun telaga minyak












Kembara ini

Kembara ini
hanya peluit kapal
dan pelabuhan
yang tak jemu
dengan hilai
Juga jejak pelayar
di jeti dan pangkalan
selain puisi
dengan cinta
dan irama
pelbagai benua
Hanya ombak
yang mengenal
makna pelayaran
seperti juga
kapal yang menafsir
peralihan musim
edaran jadual
hidup
perlu diteruskan











Masa lalu dari luar tingkap

Hanya pesawat
selain bintang
dan masa lalu
yang membesar
di luar tingkap
Lumpur sawah
dan gemal padi
kembali mengintai
ketika kejauhan
mendekatkan
Seakan  engkau
meniup seruling
di tepi paya
ketika pesawat
semakin menjauh
melepasi khatulistiwa
Sesekali
terdengar batuk di beranda
seperti juga kulihat kelibat
di tepi perigi
ketika malam jumaat
semakin tua
di pesawat ini










Memang nasibmu

Memang nasibmu
untuk kekal berdarah
luka dan air mata
Baghdad kekal derita
seperti saddam
mewarnai watak
beret komando
celoreng hijau
dan pistol di pinggang
Kau hanya kota
menerima nasib
bak kepak merpati
berguguran
Kau hanya wilayah
sejarah babylon  terbiar
calar sengketa
dan amuk senjata
sekadar skrip
belum selesai
Hanya nasibmu yang begitu
seperti kau menerima
seada-adanya








Di kubu bawah tanah

Masa lalu hanya sandiwara
ketika kau ditemui di kubu bawah tanah
tanpa istana atau kebesaran
kepalamu diterajang
namamu ditelanjang
Saddam pernah kutemui
di kota basra
beret hijau
misai tebal
pistol di pinggang
kini hanya pelawak
rambut serabai
terasing di desa pasir
Hanya  bawah tanah
kau tinggalkan  rumah mewah
khazanah keluarga
demi melindung nyawamu
tanpa kau sedari ribuan  kurdish
telah kau penggal kau zalimi
kau pisahkan keluarga demi kuasamu
Hanya kubu bawah tanah
kau tinggalkan sandiwara siasah
untuk perang yang tidak akan selesai








Sandiwara

Sama ada
cia atau kgb
nato atau warsaw
hanya  sandiwara
permainan kuasa
peringkat global
Sama ada pentagon
atau kremlin
washington
atau moscow
sekadar watak
permainan
sepanjang musim
Kita leka dengan permainan
seperti kita menerima
watak mereka
dengan perwayangan
demi perwayangan
untuk sandiwara
yang belum selesai

 










Rengekan kuda

Rengekan kuda
mengejutkan pejalan kaki
sepanjang lorong ke merapi
jogja dan patung purba
pura dan istana lama
seakan kulihat
mataram dan majapahit
parameswara di Melaka
dan sultan Mahmud
mencari sebiji nangka
di kota tinggi
Sementara merapi melambai
dengan debur dan kabus
aku terkenang puteri saadon
kota jembal tanah sekebun bunga
apakah hidup memang begitu
agung lampau dipersenda sejarah
dan kita harus menerima realiti
angin yang mengubah daun kelendar
juga memaksa puncak dan lautan
mencipta keasingan
demi tafsiran berbeza









Kitamani menghulur kabus

Kitamani  menghulur kabus
ketika pekebun membakar jagung
wisata dengan senang
menyelinap di antara kesejukan
menukar ringgit kepada rupiah
sambil di belakang
degung bali
mengiringi mantera sanskrit
sebuah pura
leluhur  citra pulau ini
hanya  kabus dan ritual
selain kitamani  menadah cinta
seorang lelaki tegak berdiri
memilih langkah yang perlu diterus
atau kembali ke pekan ubud
memotret  gadis penjual bunga
tak jauh pura yang hampir ditenggelami
hidup sememangnya perjalanan
seperti juga kitamani menyerlah
kabus dan kesan lahar
mengenyit pengunjung
sejak bertahun











Kitamani hanya gunung

Siapalah engkau tanpa kami
yang melewati kabus dan laharmu
siapalah engkau tanpa jagung
dingin angin pulau bali
Kitamani hanya gunung
sisa mainan alam yang bercinta
matari malu di sebalik kabusmu
seperti juga bulan sejuk di puncak
Tanpa wisata apalah dayamu
selain gadis kecil menjaja keychain
juga lelaki tua ke pura
dengan salakan anjing
dan kepercayaan kuno














Wanita di teres padi

Teres padi ini amat kenal aroma
yang dibawa wanita sepanjang siang
kerana bukit dan alur itu
mengenal kelembutan
juga kemesraan
Hanya jemari lembut
hilai dan gurau
mewarnai teres padi
ketika ubud mesra menyambut wisata
dengan kehidupan seadanya
Kuning dan hijau
dari bukit itu
seperti juga warna
yang dibancuh pengalaman
wanita yang mahir
membaca hasrat pengunjung
dengan kenyitan












Salakan anjing mengejutkan kami

Salakan anjing
mengejutkan kami
ketika ombak  kian merata
pantai kuta
bagai duyung
melamar cinta
Hanya debur
dan bisik bayu
selain irama
dari pura
di pesisir pantai
Kuta dan salakan anjing
sebuah perjalanan
yang perlu diteruskan
denpasar
rakaman perjalanan
krisis identiti
tamadun hindu
wilayah purba
dan sebuah kuil
di pesisir pantai












Tanpa wang pengunjung

Tanpa wang pengunjung
bandung tidak ada apa-apa
sekadar budi bahasa
juga keramahan
yang ada di kampungku
Tanpa wang pengunjung
bandung seperti pekan sempadan
di rantau panjang
atau  pekan tumpat
pakaian murah
jenama tiruan
madu lebah
entah dari mana
Hanya tangkuban perahu
yang membezakan bandung
kerana di negeriku tiada gunung berapi
atau pemuzik jalanan
bermain gitar depan masjid
ketika pelancong
menuju saf hadapan
Tanpa wisata
bandung hanya kota lama
yang sesia menanti pengunjung
dengan cinta dan air mata






Kau akhirnya di sini

Hanya lembut angin
dan alir air dari sungai tepi bukit
Selepas  dua minggu
wajahmu di mata ayah dan ibu
kau akhirnya di sini
di antara nisan dan gambut pusara
Dua minggu terlalu singkat
untuk ayah mengenal syamimi
dua minggu terlalu payah
untuk emak mendekati riak
sekecil tak sempat bergelar kak long
Hanya kemboja dan melor
yang mendengar keluh dan kelu
hanya beringin dan berangan
yang mengerti doa dan talkin












Air mata di kubur anak

Dengan sukar dan tercabar
payah menahan sabar
ketika kau ke liang lahad
meninggalkan hati kami
ranting kering dan gering
Hanya Allah yang mendengar
resah dan doa
ketika air mata
tak terbendung di perkuburan
saat kau melangkah ke alam sana
ke ruang roh syurgawi
Bukan pengakhiran di sini
air mata di kubur anak
sekadar mengingatkan
aku juga akan ke sana
suatu masa
ketika alam kian kelam
di mataku












Tengkolok salib

Hanya tengkolok salib
yang mengubah
keputusan massa
Ketika media mendedahkan sang tokoh
berpakaian kadazan di bawah bayu
ramai yang mempertikai keislaman
mufti pun bercakap soal syurga dan neraka
masing-masing berlumba ada kabel dengan Allah
masing-masing bersuara sang tokoh perlu taubat
Puluhan tahun kemudian media bukan hak peribadi
ruang maya memberi kebebasan membaca-menulis
digital membuka salib di tengkolok seperti membuka
dakyah siasah kelaziman negara membangun
mencipta ketakutan demi kelangsungan siasah
Hanya tengkolok salib
yang mengekalkan rejim
fikiran pandir lebai malang













Lampu tiba-tiba padam

Lampu tiba-tiba padam ketika kertas demi kertas dibelek dihitung
tiba-tiba lampu kembali nyala kembali padam kembali nyala
kau pun terpilih sebagai pemenang sayembara kuasa demi kuasa
Dua dekad kau di ruang itu memikirkan bagaimana lampu yang padam
tiba-tiba nyala dan tiba-tiba padam dan nyala lagi dan tak padam-padam lagi
Lama juga aku memikirkan tentang lampu itu yang nyala tiba-tiba
padam tiba-tiba dan nyala tiba-tiba untuk padam seketika dan nyala lagi




















Tidak pernah engkau berbahasa melayu

Tidak pernah engkau berbahasa melayu
khalayak hanya mendengar bahasa inggeris
ketika kau bercakap tentang ekonomi
kejatuhan nilai ringgit atau kadar tukaran asing
kau lunak berbahasa aneh
jauh dari persekitaran  desa
Ketika ayahmu menyusun pantun
menggali akar sejarah melihat tanah tradisi
engkau masih berbahasa penjajah
ketika ibumu dengan senyum ayu
kekal berbaju kurung mahir bersyair
engkau masih asing dengan Melayu
engkau meletakkan nilai global
pada lidah dan akalmu














Hinanya bahasaku

Tiada kesalahan di sini
bahasa hanya lidah
ucapan yang kerap dianggap alat
seperti juga pisau  untuk memotong
jala untuk menebar ikan
atau sepatu untuk pejalan
Tiada denda
sesiapa saja bebas
tidak peduli bahasa sendiri
kerana kita  diajar
bahasa hanya untuk ayah dan ibu
selebihnya tiada nilai
tiada keperluan berbahasa Melayu

Bahasa hanya alat
untuk bercakap
dan memaksa maksud
tiada dosa menjadi asing
selagi kita yakin
pencapaian hanya akal
bukan bahasa
bukan bangsa









Mimpi bahasa

Gunalah bahasa kita:
sang tokoh dengan wajah manis
merojakkan bahasa ketika hadirin
bertepuk tangan
kecuali di podium
pembesar suara
melihat luka yang kian dalam
Mimpi lagi:
hang tuah tak akan hilang di dunia
ketika hang nadim menatap aksara
dengan mimpi yang aneh
kecuali media digital
merayakan kebebasan
bahasa berlainan bangsa
Tafsir mimpi:
bulan bahasa
hanya ucapan dan ucapan
demi tepuk tangan
tanpa jalan pulang
tanpa maruah peribadi





Penggadai bahasa 

Kita merojakkan bahasa
memudahkan tutur
dengan rela
mendekatkan persahabatan
Tatabahasa bukan di sini
kita bertemu bukan berbahasa
sekadar memahami
lenggok badan
atau kenyitan
senyuman siasah
Jangan paksa ungkapan aneh
bahasa kurang perlu
memadai faham makna
mencapai hasrat dan tujuan
Jangan hairan,
tanpa berbahasa pun
kita bisa bernafas
berfikir
dan memberi sumbangan











Pasar bahasa

Bukan sekadar pasar basah
premis ini tak jemu mendengar
bahasa aneh
yang dijual pelanggan
setiap hari
Dulu hanya melayu
inggeris cina india
kini bangladesh myanmar vietnam
sesekali kemboja dan siam
paling fatal afrika
versi nigeria
dijual dengan harga
boleh ditawarkan
Pasar ini
hanya citra
globalisasi bahasa
yang dijual
dan boleh dibeli
dengan mudah
Tak perlu tawar menawar
bahasa  jualan
boleh dibeli dengan mudah









Kecapaian menuju wawasan

Pedulikan makna
‘kecapaian menuju wawasan’
menjadi tema hari kebangsaan
dua dekad lalu
Tanpa memahami makna
sang tokoh gagal membezakan
pencapaian dan kecapaian
Hanya ungkapan  gagal memaknakan
seperti juga kita tewas membaca sejarah
bangsa enggan menghargai bahasa
Hari ini kecapaian di mana-mana
melayu tidak menemui jalan pulang
seperti juga bahasa gagal memahami
daulat yang terpendam ribuan tahun














Tiada siapa menegur

Tiada siapa peduli
kain rentang
‘kepimpinan melalui tauladan’
kerana kita bersedia menerima
kesilapan bukan kesalahan
Seperti  tiada siapa  menegur
‘kecapaian menuju wawasan’
kerana kita sedia patuh arahan
pekeliling yang menjumudkan
Seperti lampu isyarat jalan
tidak salah diingkari tanpa penguat kuasa
begitulah bahasa
kita bebas menyalahi
tanpa rasa berdosa















Ketika gerimis melebat

Masih engkau di situ
antara batas sawah
ke kebun getah
seakan kulihat kembali
kelibat sepasang kijang
meredah sekebun bunga
ketika senja mengembalikan
kemarau
dan desir laut china selatan
bagai pantai kuta
membisikkan jejak
yang harus ditinggalkan
Masih engkau di situ
nilam puri bagai ubud
lereng padi
dan jejak peniaga
bagai engkau
yang kutinggalkan bertahun
kembali ke kamar ini
menangkap sayap kelkatu
ketika gerimis melebat
dan masih kusebut namamu
berkali-kali








Bagan lalang siang ini

Bagan lalang siang ini
hanya ombak yang singgah
di dadaku
merampas tenang
yang kutinggalkan
sepanjang tahun perjalanan
bagai selat Melaka
yang lemas
terlungkup
di balik awan jelaga
Apakah esok
dengan bayangan amaran
atau kita harus berangkat
ketika kapal membunyikan peluit
dan seorang pelayar
masih perlukah meninggalkan
pangkalan demi pangkalan
untuk sesuatu yang tidak pasti
Siang ini
hanya matari
yang masih tenang di gigi ombak
selain fikiran
mengembalikan sesuatu
bernama kenangan
dan kemungkinan








Pagi dari lereng bukit

Pagi dari lereng bukit
membakar kota ini
hangus dan garing
membawa luka
ke dadaku
Hanya kemarau
dan keringat siasah
kota yang membahang
setiap papan tanda
ke lorong
dan jalan berliku
ke hujung usia
Kemelut dan gelisah
dari komputer
di ruang bursa
hanya mimpi
dan angan
yang tak pernah selesai
seperti juga langkah
kian curiga
mencari petang
jalan pulang
masih nanar
dan liar
sedang esok
tetap datang
dengan curiga
dan tanda tanya






Ketika melangkah pergi

Hanya matari
yang membakar
ketika kemarau
membahang
Aku harus melangkah
kota ini
hanya bursa
dan angka ekonomi
yang bergerak
bagai jarum jam
tidak menemui
jalan pulang
Hanya masa lalu
yang sesekali
terkepung di sudut
selain perjalanan
memaksa ruang dan kenang
menjadi terlalu aneh atau asing
dan aku masih gagal
membaca
warna yang tumbuh
daripada peribadi sendiri
atau akukah
pejalan yang kerap lupa
langkahnya sendiri?









Mencari diri

Aku di antara mereka
hilai dan curiga
di antara korporat
wartawan dan siasah
Hanya bengawan solo
sesekali melentur
di tepi pentas
selain perbualan
tentang kuasa
dan curiga bursa
Lebih banyak menyendiri
di ruang yang galak ini
ketika muzik di telinga
mencari diri
dengan kehidupan
dan kepelbagaian
yang tak pernah kualami
ketika di desa
Topeng  melindungi perbualan
kuasa dan peribadi
tanpa air mata dan doa










Bukan sekadar ayat

Memang media menjual ayat demi ayat
seperti juga hidup mencari makna demi makna
Riuh di bilik berita mencipta ayat demi ayat
seperti juga masa memberi kejadian dan harapan
Ayat demi ayat bukan sekadar ayat
bukan sekadar kejadian dan harapan
Membentuk fikiran awam bukan sekadar propaganda
tidak mudah  akhbar menjual sandiwara
seperti susahnya aku ketawakan lawak kamu
Menterjemah kehidupan bukan laporan tolol
bukan sekadar ayat yang mengajar nilai berita
seperti aku semakin jemu  khutbah tanpa jiwa















Perayaan sejagat

Era media
menguasai minda
belum berlalu
seperti runtuhnya
tembok berlin
pasca perang dingin
di jiwa anak muda
Ketika jualan
akhbar dan majalah
merudum
media digital
menjadi pendakwah sosial
menguasai pemikiran
dan pemahaman
generasi semasa
Tiada lagi dakyah pembangunan
seperti sukarnya pemimpin
berseloka berpantun
di perhimpunan parti
Tiada lagi kejadian
yang tidak dibahaskan
seperti juga laporan
yang mudah dipersoal
Terima kasih ronald reagan
memberi pencerahan
perayaan sejagat
mungkin menikam
suatu hari nanti






Di ruang berita

Aku merindui 
pak sako dan samad ismail
dentingan mesen taip
asap rokok
jerit lucah
paha perempuan
buah dada
kopi pahit
roti canai
di ruang berita
ketika senja
mengejar date line
dan malamnya
off stone
Perubahan mengizinkan kelainan
ruang berita menjadi komputer
kaku dan beku di kepala wartawan
seperti lesu dan layu  konspirasi
Tiada lagi
kajai dan said zahari
ketika media
kehilangan daulah
seperti juga akhbar
kehilangan khalayak
dan majalah
hanya jual iklan
perempuan terngaga
dan sedikit
longlai
di kepala wartawan
yang kian mandul





Bukan mudah menjaja khabar

Kata orang
hanya keputusan nombor ekor
dan iklan wayang gambar
yang boleh dipercayai
di media tempatan
selainnya hanya cerita dan khabar
yang belum disahkan
atau sengaja diolah di bilik pengarang
untuk memuaskan hati penguasa
Aku hanya menilai kebenaran
atau dakwaan yang sukar dipercayai
bukan mudah menjaja khabar
seperti tidak senang orang mempercayai
pesawat ke timur bangkainya di lautan hindi
Kini dunia persepsi
tidak semestinya realiti menjadi keyakinan
media bukan sekadar melaporkan apa dan bagaimana
wartawan harus mengolah bagaimana fakta
menjadi rujukan ke dalam akal yang menyoal
bersedia menjadikan khabar keperluan massa












Masa lalu terkepung  

Hanya akhbar lama
dan debu berterbangan
di halaman
ketika senyap
menanti malam
merebahkan senja
ke dalam hati
Masa lalu yang terkepung
di hujung mata
bagai bulan
yang berlalu
datang ke dalam jiwa
hanya akhbar lama
dan sebuah catatan
yang belum selesai
seperti juga puisi
yang masih menanti
kusebut namamu
berkali-kali
Malam ini
masih kubaca
catatan belum selesai
dalam kembara ini









Sesekali di jendela

Hanya angin
dan mainan malam
Bulan di kemboja
bintang di bukit
hanya angin
sesekali di jendela
mencabar
raguku
Masihkah engkau di situ
di laman yang tercemar
atau memanggil
sepasang kijang
dari sekebun bunga
di jendela ini
Masihkah engkau di sana
memanggil namaku
sedang esok
adalah kemungkinan
dan harapan yang belum pasti












Mengumpul mimpi dan angan

Rumah teres ini
sekadar mengumpul
mimpi dan angan
sebelum kami
ke pejabat
atau pulang
senjanya
Dinding kami bersambung
seperti merantai  nasib
pekerja yang perlu bertugas
demi kelangsungan
di antara rezeki
dan ego peribadi
Di beranda dan halaman
yang tidak berapa luas
sekadar mencatat privasi 
kelas sederhana kami
mencari kesibukan
atau kelainan
Hanya di sini mimpi
hanya di sini angan 
jati diri kota










Rumah pangsa nilai perdana

Dinding kerapu dan lantai retak
lima tingkat yang kotor
mencipta mimpi dan angan
marhaen  tak mampu selesa
Hanya di sini hilai atau tangis
hanya di sini mimpi atau angan
sukar diterjemahkan
dalam hidup yang berkabut
Ketika dibangunkan 
dengan gedung dan pusat dagang
perancang bandar
lupa meletakkan
nilai perdana untuk dinilai
kecuali stesen kereta api
memunggah kolar biru
ke asap kilang
ke jantung warga












Johan, masikah kau di situ?
(buat johan jaaffar)

Aku tak pasti
namun kau mungkin di situ
angin kering
lanang sejagat
di luar lingkaran
berpuisi
berteater
dan minum di kafe balai berita
Kau sudah jauh melangkah
mengenal pelbagai warna
johan, masihkah kau di situ
mengenal warna dan suara
di sebalik bilik media
ke jelajah seni
Apakah kau tak jemu membaca
tentang sandiwara
atau lakonan
lucu sangatkah skrip ini
jika esok tiada pelakon
atau pengarah
tiada pentas
Aku yakin kau di situ
melihat benih basah
di kebun nanas
atau sesekali kau
mungkin apa saja
yang bernama keinginan






Samad, apakah masih hujan pagi?

Salina
langit petang
daerah zeni
hujan pagi
samad, apakah lukamu masih berdarah?
Bertahun  mengejar akalmu
aku tewas
kau masih  sengsarawan
hujan pagi hanya awan   menjalar
benih sembilu
sungai mengalir lesu
Apakah perlu wartawan jati
makan gaji dan makan hati
mungkinkah bangsa dijajah bangsa sendiri
lebih terperosok  
Aku membaca akalmu
hujan pagi
dari luar bilik berita











Mungkinkah kata-kata

Mungkinkah kata-kata
menjadi dosa
jika  berlainan wadah
bicara hanya luka
Kau pilih angin berbeza
ketika  melihat awan
dengan tafsiran lain
Jika bulan bukan mengilhamkan
matari pula semakin mengancam
apakah ombak membawa bayu
pantai sukar meneka
permainan gelombang
Jika kata-kata sekadar alat
melafazkan makna
perlukah kita berjumpa
sekadar menutur
bahasa berbeza











Usia 50

Hanya daun kalendar
bertaburan
seperti roma
yang banyak
menyentuh bumi
Hanya sedikit kedut
rambut sedikit putih
Hanya sesekali
mimpi menuakan hati
selebihnya
masih seperti dulu
berkeinginan
menjelajah
Hanya sedikit kedut
rambut sedikit putih














Fail rawatan kian menebal

Fail rawatan kian menebal
pagi memaksa petang tergesa
Hari jadi sekadar ulangan
apakah malam ini
yang terakhir
atau esok
tak sempat kusebut nama-Mu



















Terima kasih amerika

Hanya kematian
kau kenal di dunia ketiga
selain kemiskinan
juga kelaparan
Terima kasih amerika
kau memberi watak
dalam resah perang Iraq
gelaran militan
pesta bunuh di kabul
pejuang taliban
gerila islam
jahat  sejarah hitammu
Kau masih belum lupa
darah di sungai Mekong
seperti kau tak lupa
rambo meledak
saigon dan hanoi
sekadar memulangkan
beg mayat
ke bumi Washington
Terima kasih amerika
kerana kau memberi tafsiran
hak asasi hanya penjajah
untuk terus menjajah







serbia hanya hitler

Usah kau tangis
tentang darah dan air mata
usah kau kesal
tentang bosnia
apa lagi serbia
sekadar ulang sejarah
ego perwira
mencari mangsa
Hanya jejak hitler
kau saksikan bumi kusut
dan awan serabut
hanya sekadar perang
rebut sempadan
telingkah agama
selebihnya
sekadar jasad
musim luruh
gelora dan gelisah
sekadar mainan sejarah
dengan catatan berbeza











Selamat siang kekasih

Dengan cinta dan harapan
selamat siang kekasih
selamat menikmati hari baru
dengan gelisah semalam yang kita bawa
hari ini sekadar ulangan
mungkin esoknya kita begini
bersatu dengan kemungkinan
atau lebih sedikit
kerana mimpi kita sedikit tertunai
Siang ini hanya langkah
orang biasa yang tidak mungkin memiliki 
pencakar kota sekadar memusuhi gelandangan
seperti deretan gedung jenama mewah
pastinya bukan untuk aku serahkan padamu
Kekasih
bertahun kita lazazkan setia dengan rela
dengan cinta dengan air mata dengan darah
luka dari kata-kata sering kita serapkan menjadi doa
kita masih berharap
zuriat yang bakal kaulahirkan nanti bakal jadi pm
paling kurang gabenor bank
agar memikirkan urusan hidup orang bawah
orang yang tercengkam dan sering dicengkam
Selamat siang kekasih
untuk seketika
hujan terlalu lebat memberikan dingin dan keinginan
ghairah kita satukan atas nama cinta
marilah kita berdoa
kerana doa orang yang tertindas kerap kedengaran
hanya di kaca tv suara kami dipinggirkan
seperti tuan meminggir nasib kami
seperti kami tiada hak perancanaan pembangunan
seperti kami hanya alat untuk memilih tuan setiap tahun


Petang ini, kekasih

Petang ini, kekasih
hanya sedikit guruh
sebuah catatan
belum selesai
Hanya banjir kilat
membawa gambarmu
ke album kenang
selain nota
dihanyutkan arus
ke sisi longkang
Hanya sepatu lama
tersangkut di dahan
sebelum hilang
di sebalik tiang lampu
Hanya sapu tangan
dan seutas jam
masih di kamar 
ketika petang
melengkapkan hujan
ke pangkal malam
Kekasih
hanya catatan
ketika petang
memburu wajahmu








Selepas 55

Tak perlu merebut parkir
mencari lorong selesa
di plaza tol
Tak perlu memburu kerusi
mencari sokongan
di slip gaji
Tak perlu meninggikan suara
anggukkan kepala
di meja berita
Tergesa ke saf depan
suara bilal di lidahku
sekadar ulangan
akhirat dan dunia
sekadar episod
terus bersambung















Demikianlah nasibnya

Demikianlah nasibnya
tidak dipedulikan lagi
selain tersadai
di hujung meja
dekat rak buku
di rumah teres ini
Dulu mesen taip
membantu menyiapkan laporan
atau sebuah puisi
dan tulisan berita
di pejabat akhbar
Kini hanya habuk dan sawang
selain sepi dari buku
yang pernah menggunakan khidmatnya
Demikianlah nasib
hidup hanya beruntung
selagi nasib
yang menasibkan











Selagi masih ada

Hanya kerusi roda dan tongkat
selain angin yang menyelinap
dari jendela ke ruang tamu
Selagi masih ada
di sinilah
puisi akan kekal berbunga
atau akal masih menterjemah
hidup yang perlu berbuah
selagi masih ada
usaha menangkis
perasaan pandir
Usia persaraan
bukan sekadar permainan angka
ia hanya peralihan
hukum hidup
memberi dan menerima
seadanya












Jangan kau tangisi esok

Keringkan air mata
jangan kau tangisi esok
Hidup selebat ini
sekadar mainan tanah dan angin
selain perubahan arah
cuaca yang mendewasakan
Hanya sisa jejak
kau tinggalkan di belakang
sekadar sandiwara usia
kau tak lebih melihat kelibat pelaut
yang berangkat
dari pelabuhan
ke pangkalan lain
Jangan kau tangisi esok















Membaca sejarah

Hanya daun kalendar
yang gugur
di lantai hari
selain usia
memaksa sejarah
setiap arah dan cuaca
Semalam atau sebelumnya
sekadar jatuh dan bangun
manusia meneroka mencuba
memaksa fikiran umum
Kita terus membaca
perlakuan angin
yang tak jemu
menterjemah
idea atau dogma
menjadi senjata
yang direlakan













Sekadar permainan angin

Tiada yang kekal di puncak
sekadar permainan angin
yang menyokong
dan meruntuhkan

Bukit ini sekadar dipasak  rumpai dan pohon
batu-batu yang terpilih sejak jutaan tahun
roboh juga di sebalik cuaca
hujan dan tangan ganas
Cameron highland hanya bayangan british
juga tewas  permainan duniawi
air yang dibawa lumpur dari bukit dan lembah
hanya lingkaran sejarah ribuan tahun
alirnya memakan sisa
lereng dan lembah
sekadar memanaskan cuaca
sekadar  merimaskan tengkujuh












Jika tidurmu terganggu

Jika tidurmu terganggu
tinggalkan kamarmu
turunlah ke halaman
membaca bulan dan bintang
menterjemah
mengintai awan
redup ke pasir pantai
Hidup bukan sekadar
ulangan jadual
atau rutin ditetapkan
Di awan
sudah ada yang resah
menanti sujud
di sejadah-Mu
Inilah detik
mengintai diri
ketika kelam
singgah
kamar bukan sekadar
tidur yang lena
 











Hanya pusara

Hanya pusara
yang kulihat malam ini
kemboja bertaburan
di halaman
pasrah merata
di pedalaman
Akan ke sini juga akhirnya
di antara sepi belukar
dan bukit yang memanggil
Akan ke sini juga akhirnya
fatihah dan talkin
yang entah berapa kali
singgah di kalbuku















Akhirnya di sini juga tempatku

Di sini juga akhirnya
tubuhku dipermainkan tanah
cacing dan ulat
Bayangan kemboja
gambut tanah mereputkan jasadku
di sinilah namaku tinggal
siapa pun aku
hanya di sinilah
akhirnya tempatku
Hanya sesekali
barangkali masa lalu
menjadi rinduku
jejak yang tak mampu
aku singgah














Cahaya dari jendela

Gerimis membawa guruh
menyerlahkan cahaya
jendela yang lama lena
terjaga, waspada
Air yang membasahi atap
sudah lama menidurkan bulan
di langit tiada bintang
sekadar petir
melantun kalbu
Sejadah tua
yang lama terpengap
seakan seseorang
sujud dan wirid
di pertengahan malam
















Di pertengahan malam

Sekadar hangat
mengganggu mimpi
selain sesekali
salakan anjing
rengekan sugar glider
Sudahkah hidup ini
membaca akal
di pertengahan malam
menterjemah rahsia bulan
bisikan kemarau
ketika embun
tak sempat di halaman
Kitab yang sekian lama tersadai
masihkah di situ
di sudut hatimu yang pengap
atau kau sudah melupakan huruf
tak kenal jalan pulang













Sajak burung kepada awan

Arah mana membaca matari
mengintai bulan
mengintip bintang
Kau semakin cemas dan putus asa
jerebu mengganggu renangmu
aku hilang  pohon perteduhan
sarang yang memelihara benihku
Siang atau malam
kau gelisah dan nanar
kemarau yang merata
meragut darjatmu
sengsaramu juga laraku
aku mencari teduh
di sebalik geloramu













Sajak awan kepada burung

Aku pasrah
Aku terpaksa mematahkan sayapmu
debar yang tumbuh di dadaku
cemarnya seribu tahun
melayah angin mengilas jerebu
Maaf sang burung
aku bukan lagi renangan menarik
sayap dan polusi
sekadar permainan
yang kita halalkan
di atas nama pembangunan
Kita pernah berteman
suatu waktu mencari setia
maaf
aku pasrah
aku tewas
oleh permainan
yang bukan direlakan












Di pantai usia

Hanya camar
dan peluit
di kejauhan
selain awan
bersatu di pantai
bagai jelaga
di pedalaman usia
Hanya ombak
membaca gelombang
selain debur
di pangkalan
bagai seseorang
memanggil jalan pulang
Pelayaran 55 ini
sekadar senja
menanti malam
atau esok
mungkin  wajah bengis
dan pantai ini
harus bersedia
menerima seadanya










Sandiwara pengkiritik

Hanya buku tebal
dan istilah
yang disongsangkan
Hanya teori
dan kertas kerja
yang disandiwarakan
Kau tak lebih tukang perahu
menebuk dan menampal
lantai yang bocor
kau tak lebih pembaiki kasut
menjahit dan mengiwi
di kaki lima















Penyair terkenal

Kau menjerit
membawa sajak
ke hentian bas
ke kesibukan kota
Kau menyelongkar
rahsia alam
mantera sejarah
kerajaan dongeng
onani jalanan
Kau tersenyum
namamu di akhbar
wajahmu berkaca
deklamasi menggoda
Kau yang melontar kata
gagal membilang angka
yang singgah ke sakumu
seperti gagal menafsir
di mana penyair kita
dalam pelan pembangunan
setiap lima tahun











Mencari sasterawan negara

Hanya saksi bisu
sejarah yang memaksa sasterawan negara
menjadi tunggangan
tidur dalam fikiran umum
berselindung di sebalik bahan bacaan
Kau bukan milik rakyat
karya sekadar sokongan perdana
mencari laba di pusat pengajian
sarjana yang bukan intelektual
bahasamu mati dalam idealisme
lidahmu kelu berdepan cabaran
ketika rakyat menuntut yang lebih bererti
kau sekadar baca puisi kononnya sufi
ketika kemarahan memaksa ke jalanan
kau sekadar berzikir bertafakur di masjid
ketika marhaen merungut hidup meragut
kau sekadar bersembunyi di kamar bacaan
ketika orang mencari suaramu
kau sekadar memburu gelar dan laba
Ah, sasterawan negara
kau kekal mandul dan jumud
membiarkan hidup berjalan sendirian
ah, sasterawan negara
sasterawan yang tangkap dan lepas









Kroni 2015

Jangan terperanjat
anugerah dan hadiah
hanya untuk kawan
dari kawan
dan untuk kawan
Yang di desa
yang jauh dari kota
jangan resah
bukan untuk anda
anugerah dan hadiah
hanya untuk kawan
dari kawan
untuk kawan
Ini bukan rasuah
ini sedekah
dari kawan
untuk kawan
ya,  kawan saja!













Mengumpul kata

Hanya penulis
yang tak jemu
mengumpul kata
untuk kata
Membaca
menulis
menyusun
ayat sekadar kata yang dikumpul
seperti membajak
menabur benih di sawah
Seperti petani
hasil tuaian
adalah kata
sesekali menjadi
sesekali entah
Sesekali menjadi
sesekali entah










Kampung baru

Sekadar sayu
pencakar awan di sisi
hanya megah mega
Tiada apa di sini
hanya rumah tua
laman berlopak
peneroka kota
mengintai depan
Sekadar deru kereta
kemiskinan bandar
riuh pejalan
hamis pembangunan
sekadar omong
di perhimpunan parti
Kampung baru
hanya wajah lama
yang berkampung di sini
hanya luka lama
yang menjalar di sini












Di jalan yang becak itu

Di jalan yang becak itu
sekadar jejak
peneroka bandar
kini entah di mana
Kampung baru
hanya imej
kuala lumpur yang tempang
telanjang putus asa
tersisih pelan pembangunan
Hanya sesekali
sayap gagak
terlerai di sini
selain penjaja
menjual malam
dengan riuh dan tawa
yang disengajakan
Hanya sesekali
suara bergema
kemudian lenyap
di sebalik pencakar
mengganggu awan









Akhirnya di sini

Akhirnya di sini
kota yang menjadi desa
buat zuriatku
persekitaran yang dulunya asing
tidak lagi aneh
membaca gelagat dan gelora
Aku di sini
berkampung dengan persekitaran
memaknakan perjalanan
yang tidak jauh
Sekadar di sini
anak dan cucu
akan sedikit ragu
menterjemah papan tanda
dengan akal berbebeza
menyoal pertemuan
mencari logik peribadi
Akhirnya aku di sini
bersoal dan mencari jawab





  Hanya di hujung jari

Hanya di hujung jari
dunia sedekat kuku
rejim tumbang di sana
penguasa resah di sini
pedagang cemas di sana
bursa rebah di sini
Di hujung jari
sedekah menjadi rasuah
rasuah menjadi sedekah
sumbangan menjadi paksa
suapan menjadi halal
pilih menjadi kekasih
makan menjadi suapan
halal menjadi haram
makruh menjadi sumbang
mahram menjadi ikan
di hujung hari






No comments: